Capek We Capek
Cape rasanya kulaih itu. Perjalanan dari rumah menuju kampus untuk menempuh pembelajaran. Enteng-enteng jika punya kendaraan
bermotor, tak usah lama menunggu angkot atau cape berjalan kaki. Itu juga,
kalau cuaca mendukung cerah. Jika hujan datang, harus pakai payung atau jas
hujan, tentunya agar mendamatkan ‘barang anti hujan’ tersebut, harus memiliki
uang jajan yang lebih. Malu agaknya, jika selalu minta kepada orang tua.
Cape rasanya kuliah itu. Tugas-tugas yang tidak
terselesaikan dan diselesaikan di dalam kelas, biasanya dibawa ke rumah untuk
mengerjakan. Enteng-enteng jika pulang kuliah langsung bisa mengerjakan atau
malamnya benar-benar bisa mengerjakan. Jika misalkan pulang sekolah langsung
pergi ke pasar misalnya. Soalnya, jika tak pergi ke pasar nanti adik di rumah
akan makan apa. Kan, kata tokoh-tokoh masyarakatpun ‘rezeki ada di Tangan
Tuhan. Emangnya mau, tuhan menganggap
kami sebagai hamba meski kami miskin.
Cape rasanya kuliah itu. Sirkel-sirkel pertemanan membatasi
bersosial sekali. Seringkali, yang ‘miskin’ tak bisa masuk HMJ atau UKM yang lain. Selain secara tidak langsung enggan berdekatan, bayaran masuknya pun
tak masuk akal.
Belum lagi, di kuliah banyak makanan yang ketika ingin mendapatkan itu harus bertukar dengan uang. Yang dimana, uang ini yang menjadi alasan dari sekian banyak kejahatan di dunia. Maka, apakah untuk mendapatkan makanan tersebut harus mempunyai ‘itu’ yang di rebutkan orang?
Komentar
Posting Komentar