Islam: Agama Cinta
Aspek Mahabbah ( Mencintai ) Allah.
Tauhid ibadah juga mencakup
aspek kecintaaan terhadap Allah. Maksudnya, setiap mukin harus mencurahkan
segenap kecintaannya Allah semata, sehingga kecintaannya kepada Allah di atas
segala-galanya. Al Qur’an menyatakan :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ
وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبًّا لِّلّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُواْ إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ
أَنَّ الْقُوَّةَ لِلّهِ
جَمِيعاً وَأَنَّ اللّهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ
Dan di antara manusia ada
orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang
berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada Hari Kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat
siksa-Nya (niscaya mereka menyesal).(QS.2:165)
Ayat ini menggambarkan adanya
sementara orang yang mencintai oknum-oknum tertentu sebagaimana kecintaannya
kepada Allah. Dan ini artinya, bahwa mereka telah mendudukkan oknum-oknum itu
sejajar dengan Allah, dalam hal memberi kecintaan. Atau dengan perkataan lain,
berarti mereka telah menjadikan oknum-oknum itu sebagai sekutu-sekutu bagi
Allah. Sikap semacam ini dinilai al Qur’an sebagai sesat dan zhalim. Karena
pencipta, penguasa, pelindung, pemelihara dan pemberi karunia di jagat raya ini
hanyalah Allah satu-satunya, dan Dia “maha” dalam segala-galanya, maka hanya
Dia pulalah satu-satunya yang berhak untuk lebih dicintai ketimbang apa dan
siapa saja. Apalagi, sebenarnya, apa dan siapa pun selain Allah adalah justru
sebagai mahluk dan hamba-Nya belaka.
Lebih lanjut al Qur’an
menyatakan, bahwa orang-orang zhalim, yaitu orang-orang yang telah mencintai
sekutu-sekutu Allah sebagaimana kecintaannya kepada Allah, kelak di hari kiamat
mereka pasti akan menyesal. Karena di saat mereka menyaksikan adzab Allah,
ternyata sekutu-sekutu yang mereka cintai itu, tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka
tidak bisa menolong atau melepaskan para pencintanya dari siksaan Allah yang
dahsyat itu. Karena pada saat itu, kekuatan dan kekuasaan sesungguhnay di
tangan Allah. Dan memang Dia-lah “Maliki Yaumiddin”, Raja dan Penguasa di hari
pembalasan.
Ayat di atas juga
mengisyaratkan bahwa, orang-orang mu’min harus mencintai Allah lebih dari
kecintaannya kepada apa pun juga. Orang mukmin harus meletakkan kecintaannya
kepada Allah di atas segala kecintaannya di atas segala kecintaannya kepada apa
pun. Tidak boleh ada sesuatu yang mengalahkan cintanya kepada Allah. Hal ini
sejalan dengan firman-Nya :
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ
وَعَشِيْرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُوْلِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيْلِهِ فَتَرَبَّصُواْ
حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ
بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ
الْفَاسِقِيْنَ
Katakanlah: "Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih
daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik.(QS.9:24).
Ringkasnya, bahwa tauhidul
ibadah juga mencakup aspek kecintaan, di mana kecintaan kepada Allah harus
bulat, utuh, sempurna, jangan mendua.
Demikian secara garis besar
pelbagai aspek yang masuk dalam lingkungan Tauhidul ‘Ibadah.
Walhasil, Tauhidul ‘Ibadah itu
mencakup segala sikap kepatuhan, penyembahan, do’a maupun permohonan syafa’at
dan kecintaan. Semuanya itu harus diarahkan dan dialamatkan hanya kepada Allah
saja. Bila semua itu diarahkan kepada sesuatu selain Allah, maka berarti telah
memasuki pintu syiriنز
Komentar
Posting Komentar