Islam dan Pengangkatan Derajat Wanita (Bag. 1)
oleh: rayarana:))
Islam adalah agama yang sempurna.
Dalam segala hal termasuk dalam aspek sosial, Islam sangat memperhatikan.
Karena dalam Islam sejatinya tidak hanya sebatas membahas peribadahan ritual
saja. Islam membahas segala aspek. Dalam Islam, ketika ingin tidur saja ada
sunnahnya, ketika makan ada sunnahnya, apalagi dalam membahas wanita. Islam
sudah khatam betul membahas wanita sebelum ajaran-ajaran lain.
pada zaman Jahiliyyah, bangsa Arab sudah memiliki aturan khusus tersendiri untuk perkawinan. Terutama dalam masalah mahar perkawinan. Dahulu, bangsa Arab mempelai pria tidak memberikan mahar sedikitpun untuk mempelai wanita. Maka, wanitapun serasa dikucilkan keteika itu. Para kaum wanita hanya menjadi ‘budak sex’ para pria pada jaman Jahiliyyah. Wanita tidak ada harga diri sama sekali ketika itu. Hingga Islam datang mengubah kultur kebiasaan masyarakat yang dipandang dan memang tidak adil itu. Budaya pernikahan pada zaman Jahiliyyah sesauai dengan perkataan istri Rasulullah SAW, Aisyah ra:
عَنْ عُرْوَةَ اَنَّ عَائِشَةَ اَخْبَرَتْهُ: اَنَّ النِّكَاحَ فِى اْلجَاهِلِيَّةِ كَانَ عَلَى اَرْبَعَةِ اَنْحَاءٍ. فَنِكَاحٌ مِنْهَا نِكَاحُ النَّاسِ اْليَوْمَ. يَخْطُبُ الرَّجُلُ اِلَى الرَّجُلِ وَلِيَّتَهُ اَوِ ابْنَتَهُ فَيُصْدِقُهَا، ثُمَّ يَنْكِحُهَا وَ نِكَاحٌ آخَرُ كَانَ الرَّجُلُ يَقُوْلُ ِلامْرَأَتِهِ: اِذَا ظَهَرَتْ مِنْ طَمْثِهَا اَرْسَلَ اِلىَ فُلاَنٍ فَاسْتَبْضِعِى مِنْهُ وَ يَعْتَزِلُهَا زَوْجُهَا وَ لاَ يَمَسُّهَا حَتَّى يَتَبَيَّنَ حَمْلُهَا مِنْ ذلِكَ فَكَانَ هذَا النِّكَاحُ يُسَمَّى نِكَاحَ اْلاِسْتِبْضَاعِ وَ نِكَاحٌ آخَرُ يَجْتَمِعُ الرَّهْطُ دُوْنَ اْلعَشْرَةِ فَيَدْخُلُوْنَ عَلَى اْلمَرْأَةِ كُلُّهُمْ… يَا فُلاَنُ، فَتُسَمِّى مَنْ اَحَبَّتْ بِاسْمِهِ. فَيُلْحَقُ بِهِ وَلَدُهَا لاَ يَسْتَطِيْعُ اَنْ يَمْتَنِعَ مِنْهُ الرَّجُلُ وَ نِكَاحٌ رَابِعٌ يَجْتَمِعُ النَّاسُ اْلكَثِيْرُ وَ يَدْخُلُوْنَ عَلَى اْلمَرْأَةِ لاَ تَمْتَنِعُ مِمَّنْ جَاءَهَا وَ هُنَّ اْلبَغَايَا. … ، ثُمَّ اْلحَقُوْا وَلَدَهَا بِالَّذِى يَرَوْنَ. فَالْتَاطَ بِهِ وَ دُعِيَ ابْنَهُ لاَ يَمْتَنِعُ مِنْ ذلِكَ. فَلَمَّا بَعَثَ اللهُ مُحَمَّدًا ص بِاْلحَقِّ هَدَمَ نِكَاحَ اْلجَاهِلِيَّةِ كُلَّهُ اِلاَّ نِكَاحَ النَّاسِ اْليَوْمَ. البخارى و ابو داود. فى نيل الاوطار
Dari ‘Urwah : Sesungguhnya ‘Aisyah RA pernah memberitahukan kepadanya, bahwa pernikahan di jaman jahiliyah itu ada empat macam. Pertama, Pernikahan seperti yang berlaku sekarang ini, yaitu seorang laki-laki meminang wanita atau anak perempuan kepada walinya, lalu membayar mahar, kemudian menikahinya Bentuk pernikahan yang lain yaitu,(kedua) seorang laki-laki berkata kepada istrinya, ketika istrinya itu telah suci dari haidl, “Pergilah kepada si Fulan, kemudian mintalah untuk dikumpulinya”, dan suaminya sendiri menjauhinya, tidak menyentuhnya sehingga jelas istrinya itu telah mengandung dari hasil hubungannya dengan laki-laki itu. … Nikah semacam ini disebut nikah istibdla’. Kemudian bentuk yang lain,(ketiga) Yaitu sejumlah laki-laki, kurang dari 10 orang berkumpul, lalu mereka semua mencampuri seorang wanita. … , “Sungguh anda semua telah mengetahui urusan kalian, sedang aku sekarang telah melahirkan, dan anak ini adalah anakmu hai fulan”. Dan wanita itu menyebut nama laki-laki yang disukainya, sehingga dihubungkanlah anak itu sebagai anaknya, dan laki-laki itupun tidak boleh menolaknya. Bentuk terakhir (keempat) yaitu, berhimpun laki-laki yang banyak, lalu mereka mencampuri seorang wanita yang memang tidak akan menolak setiap laki-laki yang mendatanginya, sebab mereka itu adalah pelacur-pelacur yang memasang bendera-bendera di muka pintu mereka sebagai tanda, siapasaja yang menginginkannya boleh masuk. .. Maka anak itu pun diakuinya, dan dipanggil sebagai anaknya, dimana orang (yang dianggap sebagai ayahnya) itu tidak boleh menolaknya. Kemudian setelah Allah mengutus nabi Muhammad SAW sebagai Rasul dengan jalan haq, beliau menghapus pernikahan model jahiliyah tersebut keseluruhannya, kecuali pernikahan sebagaimana yang berjalan sekarang ini. [HR. Bukhari dan Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz 6, hal. 178-179]
Dalam ayat di atas, menjelaskan bahwa bangsa Arab sebelum datangnya Islam mereka sudah memiliki buudaya dalam pernikahan. Akan tetapi, budaya pernikahan ini tidak sesuai dengan syariat Islam. Karena si mempelai wanita dipandang begitu rendah. Ada empat cara pernikahan pada zaman Jahiliyyah (sesuai dengan hadits diatas). Model pernikahan yang kedua sampai keempat.
sumber: https://waspadaaceh.com/terjadi-di-aceh-tenggara-remaja-putri-diperkosa-5-pria/
Salah satu bentuk model pernikahan pada zaman jahiliyyah adalah si perempuan di zinai oleh 10 pria baik secara bersamaa atau berangsur-angsur. Kemudian, menunggu terlebih dahulu sampai si wanita tersebut melahirkan. Setelah munculnya si bayi, kemudian dilihat-lihat sibayi itu mirip dengan siapa. Maka ketika ada yang mereka anggap sama dari 10 pria tersebut, maka salah satunya dinikahi dengan sah. Hal ini merupakan kebiasaan pernikahan yang buruk dan tidak menguntungkan sama sekali. Jika dilihat deri segi ke-manusiaan sudah jelas, model pernikahan ini sangat tidak ke-primanusiaan.
Maka, Rasulullah SAW mengubah kondisi sosial budaya bangsa Arab Jahiliyyah dalam masalah hal perkawinan. Salah satunya dengan cara memuliakan mempelai wanita dengan memberikan mahar kepadanya. Hal ini tercantum pada firman Allah SAW dalam Surat An-Nisa ayat 4:
وَآتُوا النِّساءَ صَدُقاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْساً فَكُلُوهُ هَنِيئاً مَرِيئاً (4)
Berikanlah mas-kawin (mahar) kepada wanita (yang kalian nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari maskawin itu dengan senang hati maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya)
Islam sangat menghaigai wanita. Ketika agama-agama yang lain merendahkan wanita, Islam berani berbeda dan mengambil jalan yang berbeda dari agama-agama lain. Ketika di India wanita sangat dilecehkan saat masuk masa haid, wanita di India di usir dari rumahnya karena dianggap wanita yang haid adalah manusia setengah setan. Sehingga wanita yang sedang haid ketika diberi makan oleh suaminya tidak diberi piring, akan tetapi makanan itu langsung dari tanah seperti memberi makan kepada anjing. Islam datang dengan memuliakan wanita. Dalam, Islam, wanita yang sedang haid diperlakukan dengan spesial atau seperti hari-hari biasa saja. Hal ini mengejutkan banyak golongan, karena Islam berani benar dan berbeda.
Antara syariat dengan alat hampi banyak kesamaan, akan tetapi kedua itu juga memiliki perbedaan. Yang menjadikan karindingan sebagai alat untuk berdakwah ini selama tidak melanggar hukum-hukum Allah SWT.
Salah satu yang menjadi sorotan fenomena sosial hari hini adalah maraknya pemerkosaan dan penyalah gunaan nama ‘pesantren’. Sehingga apa yang ditangkap oleh masyarakat awam terhadap pesantren menjadi buruk dan negatif saja. fenomena ini merupakan salah satu taktik kaum liberal untuk membuat tipu daya menjatuhkan muslim. Salah satu yang menjadi musuh yang nyata dalam pergerakan Islam selain dari kafir yang sudah jelas ada juga mereka yang yang mengatas namakan Islam, padahal dalamnya idak tentu Islam.
sumber:
As-Saabiq, Taimullah (2021), Interaksi Antara Islam dengan Budaya Lokal, Tasikmalaya format DOC
Difadrana, Thaifur Rayya (2021), Interaksi Dakwah Terhadap Budaya, Tasikmalaya: Smusim Press
Komentar
Posting Komentar