Profil Singkat Karindingan Oetara
بسم الله الرحمن الرحيم
*KARINDINGAN OETARA*
*abdi abdi seni*
Karindingan oetara. Lahir pada september 2020 dari kelompok anak muda yang bergerak dibidang Literasi. Biasanya karindingan lahir dari rahim sanggar-sanggar kesenia. Karindingan Oetara muncul denga otodidak, tetapi keilmuannya cukup mempuni. Tujuan pokok karindingan oetara ini adalah berdakwah dengan media seni sekaligus merawat dan melestarikan budaya Sunda yang kini mulai redup. Musik adalah media berdakwah. Khalayak umum mengetahui dakwah itu hanya sebetas di atas mimbar saja. Berdakwah itu bisa di jalanan, di warung kopi, di tempat tongkrongan, ataupun di kelas. Meskipun karindingan suka di saut pautkan dengan mitos ataupun sebagainya, akan tetapi di mesti berbau mistik. Islam itu agama yang luas. Berdakwah tidak hanya diatas mimbar saja.
Indonesia sangat kaya akan keberagaman budaya. Yang merupakan menjadi warisan yang harus dijaga dan dilestarikan. Jika dilihat hari ini, tidak sedikit anak muda Indonesia yang lebih bangga dengan budaya luar dari pada budayanya sendiri. Mereka lebih bangga memakai baju bergaya barat dari pada memakai baju batik, lebih sering makan makanan khas luar sampai-sampai asing terhadap makanan tradisional, lebih bangga ketika bermain alat musik asinh dan hampir tidak kenal terhadap alat musik budayanya sendiri. Ini menandakan bahwa kita masih di jajah dari beberapa segi. Bukti suatu bangsa terjajah adalah ia menjadi ekor bangsa yang menjajahnya. Karindingan oetara berusaha mengenalkan kembali budaya musik tradisional Sunda kepada masyarakat.
Oetara diambil karena personil karindingan berasal dari Tasik Utara yang masih duduk di kelas SMA atau sederajat.Karindungan ini alat musik yang terbuat dari bambu dengan memakai tektik seni yang luar biasa. Alat musik yang dipakai dan baru dimiliki oleh karindingan oetara adalah sebagai berikut.
1. Karinding.
Karinding memiliki begitu banyak kekayaan intelektualitas di balik bentuknya yang sederhana. Baik dari segi bentuknya, suara yang dikeluarkanya, atau cara memainkannya. Karinding terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama pencepengan, yaitu bagian yang harus dipegang dengan mantap dan kuat. Bagian kedua adalah cecet ucing, dimana buluh bambu karinding yang dibuat kecil dan tipis akan bergetar dan menghasilkan bunyi ketika bagian ketika bergetar. Bagian ketiga, peneunggeulan tabuh. Yaitu _nakol_ dengan lembut diujung karinding. Yakin sadar sabar bagian pertama, pancepengan, merupakan bagian pemain karinding tak usah memegang dengan keras keras, cukup pegang yang pas dan mantap. Ini berfilosofi bahwa ia harus yakin dengan apa yang ia pegang sebelum kemudian ia mainkan.
2. Celempung.
Berasal dari permainan anak sunda, maka terciptalah celempung. Alat musik yang cara memaiknkan nya adalah di pukul. Kata celempung sendiri berasal dari suara air, yang ketika suatu benda di jatuhkan kedalam lubang yang penuh dengan air. Suara itu lah yang menginspirasi alat musik celempung. Menurut Edah Zubaedah, budayawati asal Sumedang ia mengatakan Celempung, menurut dia, tidak sebatas alat musik. Lebih dari itu, celempung mengandung simbol perdamaian dan media kekerabatan orang Sunda di wilayah Priangan, Jawa Barat.
Disebut simbol perdamaian karena suara celempung lembut dan nyaman di telinga. Namun, karena suara yang dihasilkan dari alat musik bambu sangat terbatas sehingga celempung harus dibantu sound system ketika dimainkan di atas panggung.
3. Goong Tiup.
Goong tiup. Meski bernama Goong (gong) suara yang dihasilkan Goong Tiup, tidak seperti gong dari logam, Goong Tiup mirip suara dengungan menggema atau terompet pemanggil hewan ternak milik bangsa Eropa. Alat musik ini terbuat dari batang bambu utuh berukuran sedang sepanjang kurang lebih 1.5 hingga dua meter. Goong Tiup dimainkan dengan menghembuskan nafas melalui ujung bambu yang lebih kecil, tidak memiliki nada namun dapat memberi efek suara berkesan magis.
4. Suling Sunda.
Suling sunda. Suling merupakan salah satu alat musik tiup yang terbuat dari bambu “Tamiang”. Menurut I Wayan Karta suling berasal dari kata “Su” yang berarti baik dan “ling” yang berarti pikiran. Jadi suling berarti pikiran yang baik. Namun ada juga pendapat lain mengenai arti suling, dalam bahasa Dwipantara (Indonesia kuno) kata “Su” mengandung arti “benar”, sedangkan kata “ling” merupakan kependekan dari kata “La-Hyang” yang artinya : La adalah ketentuan, sedangkan kata Hyang artinya Pemimpin. Jadi arti kata suling yang seutuhnya adalah ketentuan yang memimpin pada kebenaran. Setelah terjadi evolusi bahasa yang berlangsung selama ratusan tahun maka kata Su-La-Hyang berubah menjadi kependekan dari kata “eling”, dengan demikian kata suling telah berubah makna menjadi “eling sangkan bener” (Mawas diri demi kebenaran).
Karindingan Oetara memiliki jadwal rutin latihan satu minggu satu kali, yaitu di hari Jumat, setelah shalat Jum'at. Bertempatan di Rumah Sanyawa atau Jeruji Room. (Sekre Karindingan Oetara).
Mari kita selamatkan budaya Indonesia yang sangat kaya dari penjajahan budaya asing yang merusak identitas diri anak muda.
Komentar
Posting Komentar