Benar Memahami Perbedaan

 

       Oleh: rayarana:))

Belajar memiliki arti yang sangat penting, sehingga hampir setiap saat manusia tidak pernah lepas dari ativitas belajar. Belajar juga merupakan sebuah usaha dalam lebih mengenal Allah SWT. Keunggalan suatu umat atau bangsa akan sangat tergantung bagaimana umat atau bangsa tersebut mengelola aktivitas belajar, seperti membaca, menulis dan berdiskusi. Dan yang lebih penting adalah bagaimana bangsa tersebut lebih mengenal tuhannya.

ilmu akan didapatkan dengan belajar. Hal ini sesuai dengan perkataan Abdullah bin mas’ud: “ innama ‘ilma bit ta’alumi” yang artinya ilmu itu didapat melainkan dengan belajar. Konsep beramal dalam Islam berbeda dengan konsep agama lain. Seorang muslim tidak bisa beribadah jika tidak ada perintah yang jelas dalam Qur’an dan Hadits. Dalam menentukan suatu perintah tersebut, umat muslim pasti akan diberikan banyak cobaan yang berupa perbedaan pendapat.

Dalam kitab Ta’limu Ta’lim, menyebutkan bahwa dalam menuntut ilmu itu salah satunya harus ada seorang guru. kebiasaan baik yang salah dari dulu sampai sekarang adalah terlalu mencintai sosok guru, sehingga menganggap segala yang dikatakan dan yang dilakukan guru itu adalah semunya benar. Karena sesungguhnya,` hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab munculnya fanatisme buta, enggan menerima pendapat. Padahal yang sudah menjadi kepastian dasar kebenaran adalah Al-Quran dan As-Sunnah.

Dalam Islam, perbedaan pendapat merupakan keniscayaan. Dari dahulu sampai sekarang ragam perbedaan pendapat selalu hadir, apalagi dalam menentukan suatu hukum. Bedanya, dahulu masih ada Rasulullah SAW yang menjadi penengah dan pemberi kejelasan yang benar yang akhirnya meredamkan perbedaan pendapat tersebut.

Kala Rasulullah masih hidup, perbedaan pendapat sangat jarang terjadi. Rasulullah adalah tokoh sentral, tempat rujukan segala permasalahan yang dialami para sahabat. Karena itu jika para sahabat berselisih pendapat, mereka segera berkonsultasi kepada Rasulullah. Dan Rasulullah pun kemudian menjelaskan pendapat yang benar. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 65.

maka demi tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan.”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT menjelasakn bahwa Rasulullah SAW sebagai tahkim, menyerahkan hidup pada agama. Ini juga menjelaskan bahwa Rasulullah SAW adalah sumber hukum dalam Islam setelah Al-Quran. Bila permasalahan perbedaan pendapat ini sulit diselesaikan dan menghambat dakwah Islam bisa jadi karna kelompok itu belum memahami benar tentang konsep penganbilan hukum dalam Islam.





Syaikh Utsaimin dalam kitabnya Ikhtifalul Ulama, ia menyebutkan sebab terjadinya perselisihan pendapat dikalangan ulama ada 7 sebab.

Pertama, karena dalil belum sampai kepadanya yang salah dalam menghukumi sesuatu. Dalam kehidupan, manusia tidak bisa dilepaskan dari budaya.

Budaya bisa di sebut menjadi salah salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, jangan sampai budaya ini bertentangan dengan wahyu.

Kedua, adakalanya hadits sampai kepada seorang alim namun dia belum percaya (penuh) kepada yang membawa beritanya. Dia memandang bahwa hadits itu bertentangan dengan yang lebih kuat darinya. Sehingga dia mengambil dalil yang menurutnya lebih kuat.

Rasulullah SAW lebih menghargai nyawa dari pada masjid. Hal ini ditegaskan dalam hadits yang menceritakan ada soerang arab badui yang kencing dipojok masjid. Kala itu, para Sahabat ingin memarahinya karena dianggap tidak sopan. Akan tetapi, Rasulullah melarang para sahabat untuk memarahinya. Ketika arab badui itu sudah beres kencing, maka Rasulullah SAW menyuruh para sahabat untuk menyiram bekas kencing tersebut. Jika para sahabat jadi memarahi orang arab itu, maka ‘pedang’ itu kan mengeluarkan air kencing kemana-kemana dan masjid jadi lebih basah.

Ketiga, karena hadits telah sampai kepada seorang alim namun dia lupa.

Mansuia adalah tempatnya salah dan lupa. Begitupuls dengan orang alim, dia juga ada kalanya lupa. Ini menandakan bahwa seorang alim juga adalah manusia biasa. Tidak perlu terlalu dibesar-besarkan seperti orang yang tidak pernah mendapatkakn dosa.

Keempat, dalil telah sampaikan kepadanya namun ia memahaminya tidak sesuai dengan yang diinginkan.

Percayalah, bahwasanya apa yang diberikan Allah itu adalah sesuatu yang paling baik dan benar. Terkadang, apa yang menurut manusia baik belum tentu menurut Allah baik dan  apa yang menurut manusia jelek belum tentu menurut Allah jelek. Akan tetapi, manusia haruslah menerima apa yang diberikan oleh Allah adalah yang terbaik.

Kelima, telah sampai dalil kepadanya dan dia sudah memahaminya, namun hukum yang ada padanya telah manshusk (dihapus) dengan dalil lain yang menghapusnya. Sementara dia belum tahu ada dalil yang menghapusnya.

Keenam, telah datang kepadanya dalil namun ia meyakini bahwa dalil itu ditentang oleh dalil yang lebih kuat darinya, dari nash Al-Quran, hadits atau Ijma’.

Dalam menghadapi perbedaan pendapat pada zaman ini, sama seperti zaman Rasulullah yaitu kembali kepada rujukan utama Al-Quran dan As-Sunnah. Apa yang dijelaskan dalam Quran Sunnah sudah menjadi tolak ukur kebenaran tersebut ada. Maka, mempelajari ilmu Al-Quran dan As-SUnnah (Hadits) merupakan suatu hal yang wajib.

Karena sesungguhnya, sumber ilmu dan sumber perintah-larangan ibadah itu hanya dari dua sumber yaitu Quran Sunnah. Hal ini yang mulai cukup redup dalam lingkungan masyarakat, sebab quran sunnah inilah yang menjadi sumber dan rujukan pasti agama Islam.

Ketujuh, terkadang sebabnya karena seorang alim mengambil hadits yang dhaif (lemah) atau mengambil suatu pendalilan yang tidak kuat dari suatu dalil.

Dalam penyampaian nilai-nilai Islam kepada masyarakat harus dari sumber yang pasti. Masyarakat kebanyakan juga hanya menilai sesuatu yang disampaikan itu dari siapa yang menyampaikannya. Ini menjadi salah satu tantangan para da’I dalam menyampaikan agama Islam.

Seorang ulama atau ustadz tidak boleh berhenti belajar. Karna ilmu akan terus berkembang begitupun dengan budaya. Oleh karna itu, dalam menyampaikan ajaran Islam tidak boleh asal-asalan. Apalagi dalam pengambilan dalil. Amal perbuatan masyarakatpun akan mengikuti apa yang disampaikan da’i. jangan pernah berhenti belajar.

wallahu a'lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musibah: Media Melatih Tabah

Fungsi pendidik dalam Al-Quran adalah Dakwah

Panduan Memancing untuk Pemula